
Penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) atau yang kerap kali disebut sebagai penyakit Gumboro merupakan penyakit viral yang berdampak pada kerugian ekonomi bagi industri perunggasan. Penyakit IBD pertama kali dilaporkan di Gumboro, Delaware, Amerika Serikat pada tahun 1962 oleh Cosgrove. Kasus penyakit gumboro di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1980 di sebuah peternakan ayam jantan di daerah Sawangan, Bogor. Tidak dipungkiri, penyakit gumboro ini dapat ditemukan hampir disetiap daerah peternakan ayam intensif di seluruh dunia. Angka morbiditas gumboro mencapai angka 100% sedangkan angka mortalitasnya berkisar antara 20-30%. Virus IBD tergolong virus RNA dari genus avibirnavirus dan famili birnaviridae.
Virus Gumboro menginfeksi organ limfoid seperti bursa fabricius, timus , serta limpa. Organ-organ tersebut merupakan organ penting dalam proses kekebalan. Kerusakan bursa fabrisius menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh membentuk sistem imun sehingga ayam kerap mengalami imunosupresi. Imunosupresi pada ayam mengakibatkan ayam menjadi rentan terhadap penyakit lain seperti Newcastle Disease (ND), chronic respiratory disease (CRD), inclusion body hepatitis (IBH), salmonellosis dan sebagainya.
Penularan gumboro dapat terjadi secara horizontal melalui kontak langsung antara ayam sakit ke ayam sehat. Penularan juga dapat terjadi melalui kotoran yang mencemari peralatan kandang dan alas kandang (litter). Kandang yang tercemar merupakan sumber penular yang sangat potensial. Virus dalam kandang yang tercemar dapat bertahan selama 52 hingga 122 hari. Virus ini hampir tidak pernah dikeluarkan melalui saluran pernafasan atau secara vertikal dari induk ke anak melalui telur.
Pengendalian terhadap penyebaran penyakit ini merupakan hal yang sangat penting dilakukan, mengingat kerugian yang dapat ditimbulkan. Sayangnya, virus gumboro bersifat sangat stabil dimana virus dapat tahan terhadap zat-zat kimia seperti eter atau kloroform 20%. Virus gumboro relatif tahan terhadap suhu tinggi. Pada suhu 60ºC virus tahan selama 30 menit, suhu 56 ºC stabil selama 5 jam dan suhu 25 ºC dapat bertahan hingga 21 hari, sehingga tindakan sanitasi yang digunakan harus tepat. Tindakan sanitasi yang masih kerap terjadi yaitu melakukan disinfeksi tanpa melakukan cleaning terlebih dahulu sehingga pembersihan tidak optimal. Jika manajemen pembersihan kandang tidak maksimal maka, kemungkinan terjadinya kasus outbreak masih besar meskipun sudah dilakukan vaksinasi. Program vaksinasi akan optimal jika didukung manajemen kandang yang baik.
Pencegahan dan pengendalian penyakit IBD yang paling efektif adalah dengan melaksanakan manajemen pemeliharaan yang benar, baik program vaksinasi, biosecurity, sanitasi kandang, dan pemberian pakan. Saat ini berbagai jenis vaksin IBD komersial telah banyak beredar berupa vaksin live maupun vaksin killed. Vaksin yang dapat digunakan sebagai pencegahan infeksi virus gumboro yaitu SANAVAC GUMBORO (intermediate), SANAVAC GUMBORO PLUS (intermediate plus), SANAVAC GUMBORO PLUS VV (intermediate plus), dan SANAVAC ND IBD (vaksin inaktif berisi IBD Lukert dan VV IBD) . Keberhasilan program vaksinasi gumboro sangat dipengaruhi terhadap titer maternal antibodi. Apabila melakukan vaksinasi pada saat titer maternal antibodi masih tinggi, dapat mengakibatkan neutralisai antara antigen dari vaksin dan antibodi, sehingga pada saat program vaksinasi sangat penting dalam menentukan waktu dan jenis vaksin yang tepat untuk digunakan.