
Sepanjang tahun 2021 fenomena penyakit viral masih menginfeksi perunggasan di Indonesia. Penyakit viral ini paling banyak ditemukan pada ayam layer dan ayam broiler yang notabene memang paling mendominasi populasi perunggasan di tanah air. Berbagai upaya telah dilakukan oleh stakeholder untuk memberantas penyakit viral ini, namun hingga saat ini penyakit yang disebabkan oleh viral masih tetap eksis. Virus sebagai mahluk hidup, melakukan evolusi untuk tetap lestari salah satunya dengan merubah materi genetiknya agar tetap dapat merespon setiap hal yang dapat mengancam kehidupannya. Salah satu contohnya adalah virus AI. Pada tahun 2003 penyakit AI merebak dan disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI) subtype H5N1 yang saat itu tidak terkendali karena belum ada obat dan vaksinasinya. Akibatnya para peneliti dan industri obat hewan bekerja keras untuk membuat vaksin yang dapat menanggulangi penyakit tersebut. Meski demikian karena virus AI tidak memiliki mekanisme proof reading, mereka memodifikasi dirinya dalam bentuk mutasi materi genetik sehingga sampai 2021 masih tetap menjadi penyakit yang ditakuti peternak karena kemunculanya masih sering ditemukan.
Penyakit viral 2021 masih memiliki trend yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Beberapa penyakit viral yang masih mendominasi adalah penyakit saluran pernapasan dan saluran pencernaan yaitu Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), Infectious Brochitis (IB), Egg Drop Syndrome (EDS), dan Infectious Bursal Disease (IBD). Penyakit viral ini banyak muncul di awal dan akhir tahun 2021 dimana kelembaban tinggi karena musim hujan terjadi dengan intensitas tinggi serta pergantian musim (Pancaroba).
Penyakit IBD paling banyak ditemukan di 2021 dan terjadi baik ayam layer maupun diayam broiler. Untuk Kasus IBD pada ayam broiler banyak ditemukan pada ayam dengan program vaksinasi inhatchery tanpa ada revaksinasi ulangan dikandang. Penyakit IBD selalu berulang dapat dipengaruhi oleh maternal antibodi (MAB) DOC, jenis vaksin yang digunakan, umur vaksinasi dan tingginya challenge lapangan. Kebanyakan peternak masih belum terbiasa memeriksakan MAB pada saat ayam masuk kandang. Dengan MAB yang tidak diketahui maka ketepatan dalam penerapan program vaksinasi IBD tidak bisa optimal. Tingkat MAB yang terlalu rendah akan meningkatkan reaksi post vaksinal jika divaksin menggunakan vaksin yang sifatnya keras. Imunosupresi dapat terjadi dan jika serangan virus lapangan kuat maka akan terjadi kasus IBD. Begitupun jika MAB IBD tinggi maka akan menetralisir vaksin yang masuk sehingga vaksin tidak bekerja dengan optimal. Dari sini terlihat pentingnya mengetahui MAB untuk penentuan program vaksinasi IBD yang digunakan agar dapat meminimalisir kasus IBD di lapangan.
Sedangkan penyakit ND, AI, IB, dan EDS tetap ditemukan tahun ini namun tidak mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Kasus ND dan AI cenderung mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Hasil monitoring kasus AI menunjukkan bahwa kasus AI yang terjadi disebabkan oleh AI subtype H5N1 clade 2.3.2 dan AI Subtype H9N2 yang sudah mengalami pergeseran materi genetik 1-6%. Untuk kasus penurunan produksi tahun ini banyak disebabkan oleh AI subtype H9N2, IB, dan EDS. Kasus munculnya penyakit tersebut berdasarkan identifikasi di lapangan. Selain itu juga faktor nutrisi ayam yang tidak optimal dapat berpengaruh. Nutrisi yang kurang baik pada ayam dapat mengakibatkan respon imun ayam terganggu sehingga penyakit sangat mudah masuk kedalam tubuh ayam. Kualitas pakan yang buruk juga dapat memunculkan dampak terjadinya mikotoksin sehingga menjadi efek imunosupresif untuk penyakit-penyakit lainnya seperti viral sehingga mudah menginfeksi.
Kasus kejadian penyakit yang terjadi di lapangan seringkali tidak spesifik terhadap penyakit tertentu dan sering ditemukan infeksi ganda. Berdasarkan data PCR dan sekuensing beberapa kejadian kasus penyakit sering disebabkan lebih dari satu jenis virus yang menginfeksi. Seperti dalam satu sampel organ dari ayam sakit dapat ditemukan positif ND dan IBD, AI H5 dan H9, AI H9 dan IB dan sebagainya. Sehingga perlu menjadi perhatian untuk terus memonitor kesehatan ayam dengan memantau perkembangan penyakit viral dilapangan dengan cara surveilans. Surveilans dapat dilakukan dengan pengambilan sampel swab secara berkala, selanjutnya uji PCR untuk melihat potensi penyakit yang ada dilapangan. Selain itu monitoring kesehatan ayam dengan membuat home base titer antibodi bisa dijadikan sebagai panduan.